Sabtu, 14 Desember 2013

BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI (Anak Yang Suka Berteriak)




BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI
(Anak Yang Suka Berteriak)



Disusun
Oleh:
Dessy Rosanti
(1105125008)

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Anak adalah buah hati, anak adalah calon penerus cita-cita bangsa, dan anak merupakan karunia, anugrah dan amanah dari Allah SWT. Untuk itu masa depan mereka adalah tanggung jawab kita bersama. Untuk mengembangkan ekspresi dan menumbuhkan bakat sangat diperlukan stimulan sebagai rangsangan agar anak memiliki kreatifitas yang membangun dan menemukan jati dirinya secara tepat dan teratas. Dunia anak yang sangat menyenangkan akan selalu teringat dan terbawa sampai anak tumbuh menjadi dewasa. Sebuah perjalanan hidup seorang manusia akan lebih bermanfaat apabila bisa melewati dunianya sesuai dengan jamannya.
Anak mempunyai hak atas kesejahteraan dan perlindungan. Oleh sebab itu biarkan hidup sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya tanpa ada paksaan. Namun, kita sebagai orang tua tetap memberi arahan, pengawasan yang sewajarnya, serta mengajarkan tutur kata yang baik agar anak bisa diterima di lingkungan sekitarnya. Namun, lingkungan sekitar merupakan area yang perlu kita jaga, banyak teman-teman maupun orang dewasa berprilaku tidak baik, tidak sopan, hal itu yang bisa ditirukan oleh anak seperti memukul,berteriak,meludahi dan lain sebagainya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1.      Bagaimana hasil treatment dari seorang anak yang diteliti?
BAB II
DASAR TEORI

A.    Pengertian Marah
Menurut Charles Spielberger, Ph.D., seorang ahli psikologi yang mengambil spesialisasi studi tentang marah. Marah adalah suatu perilaku yang normal dan sehat yakni sebagai salah satu bentuk ekspresi emosi manusia. Seperti bentuk emosi lainnya, marah juga diikuti dengan perubahan psikologis dan biologis. Ketika Anda marah, denyut nadi dan tekanan darah meningkat, begitu juga dengan level hormon, adrenalin dan noradrenalin.
Mark Gorkin seorang konsultan pencegahan stres dan kekerasan membagi marah dalam empat kategori; marah yang disengaja, marah spontan (marah yg dilakukan secara tiba-tiba), marah konstruktif (marah yang disertai ancaman terhadap orang lain) dan marah destruktif (marah yang ditumpahkan tanpa rasa bersalah).
Marah juga merupakan satu bentuk komunikasi. Karena adakalanya orang lain baru mengerti maksud yang ingin disampaikan ketika kita marah. Bentuk penyampaian marah bisa berbeda-beda bergantung pada lingkungan dan kondisi sosial budaya yang membentuknya. Di Jepang, orang sering diam saat marah karena memang orang-orang Jepang tidak terbiasa mengekspresikan perasaannya. Berbeda dengan orang Amerika yang lebih berterus terang mengungkapkan perasaannya atau sama halnya dengan Suku Batak di tanah air kita.




Marah adalah manusiawi. Marah yang bisa berdampak buruk adalah marah yang tidak dikelola. Sebaliknya bila Anda mampu mengelola amarah dengan tepat, maka ekspresi kemarahan Anda justru akan menyehatkan. Hal ini sudah terbukti pada sebuah penelitian yang menyatakan marah akan lebih baik daripada memendam perasaan jengkel.
Bagaimana marah yang menyehatkan itu? Yakni marah yang beralasan yang bukan karena faktor subjektif semata. Lontarkan kemarahan atau kejengkelan Anda sewajarnya saja. Sampaikan, penyebab utama kejengkelan itu. Bukan marah yang sekadar menuruti emosi yang meledak-ledak, kemudian melampiaskannya melalui kata-kata, ekspresi dan perlakuan yang kasar karena dapat merugikan orang lain. Untuk itu, dalam keadaan marah kita harus mengedepankan rasio. Sehingga kemarahan itu jadi lebih terkendali.
Marah atau amarah sebenarnya merupakan tanggapan terhadap perasaan dan perlakuan yang tidak berkenan bagi dirinya. Dan penyebab marah bisa dari diri sendiri, Penyebab dari diri sendiri seperti curiga, cemburu, kecewa atau merasa terancam,  beberapa macam-macam amarah dapat diungkapkan seperti : berteriak, menangis, memukul orang yang ditujukan amarahnya, dan lain sebagainya.
B.     Pengertian Berteriak
Detik Health Anak kecil suka sekali menjajal suatu hal yang baru termasuk dengan kekuatan suaranya, seperti dapat menggema jika berteriak di ruangan besar yang terbuka atau seberapa keras suaranya bisa terdengar. Alasan lain anak kecil suka berteriak adalah untuk mendapatkan perhatian dari orangtuanya atau barang yang diinginkannya. "Jika perilaku ini didiamkan saja, maka balita akan selalu berpikir bahwa dirinya bisa mendapatkan perhatian lebih banyak jika berteriak di depan umum," ujar Roni Leiderman dari Family Center di Nova Southeastern University in Fort Lauderdale, Florida, seperti dikutip dari Babycenter.
Parenting Indonesia ada suatu fase dalam tahap perkembangan anak, saat ia sangat senang mengeksplorasi suaranya. Karena itulah ia sering berteriak-teriak atau menjerit-jerit. Anak menikmati bukan hanya intensitas suaranya sendiri, tetapi juga reaksi pendengarnya, yang mungkin terkejut, tersenyum memaklumi, atau memberi teguran. Yang jelas, berkat teriakan itu, orang jadi berhenti beraktivitas dan memberi perhatian padanya.
Mother and Baby anak-anak memang senang bereksperimen dengan suaranya. Mereka suka mengeluarkan suara kencang untuk merasakan vibrasi yang mereka buat, juga menikmati reaksi yang didapat dari sekeliling. Walaupun sebenarnya ini baik untuk melatih perkembangan bicara anak, namun teriakannya sering kali dianggap mengganggu.
Berteriak sebenarnya merupakan hal yang wajar, karena anak balita dan batita belum mengetahui cara yang baik untuk menarik perhatian dan berbicara dengan orang-orang di sekitarnya. Selain itu, berteriak juga dijadikan sebagai sarana oleh si kecil untuk memuaskan rasa ingin tahunya seberapa jauh suaranya dapat didengar orang lain. Dengan berteriak, ia juga belajar bagaimana cara mengontrol tinggi rendah nada suaranya. Tentu saja kegiatan berteriak ini sangat disenangi si kecil karena dapat menghiburnya. Dengan berteriak, berarti si kecil sudah memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan serta menunjukkan kemampuannya berbicara yang sebelumnya tidak ia miliki.



BAB III
PEMBAHASAN

1.      Analisis (pengumpulan data)
Biodata Anak
Nama               : Sofian Saori
Umur               : 4 Tahun
Anak ke-         : 3 dari 3 bersaudara
Hobi                : Main PS, dan bersepeda
Sekolah           : Les privat

Biodata Orang Tua
Nama orang tua
Ayah               : Adriansyah
Ibu                   : Sumiati
Pekerjaan orang tua
Ayah               : PNS
Ibu                   : Ibu Rumah Tangga

2.      Sintesis (kesimpulan sementara)
Saori anak yang suka berteriak, dan mengejek. Disaat orang atau ibunya sedang asik mengobrol dengan orang lain, Saori suka ikut berbicara juga sambil mengeraskan suaranya, apabila tidak di tanggapi Saori malah berteriak semakin kencang dan marah yang tidak terkontrol.
3.      Diagnosis (menentukan penyebab utama)
Penyebab utama anak ini suka berteriak karena orang tuanya, ketika saori ingin menyampaikan sesuatu terkadang orang tuanya kurang memperdulikan anaknya. Ketika saori minta keluarkan sepeda dari garasi saori berkata “mama.. mau main sepeda” saori kala itu masih berkata dengan nada yang biasa” namun ibunya cuek bebek tidak menghiraukan anakanya. Dan ketika saori berteriak “mama naah!! Sepeda ma!!” ibunya dengan malah mengatakan “coba suruh kaka sana pang!!” Selain orang tuanya, saudaranya pun suka berteriak kepada saori. Contohnya saja sewaktu saya datang ketempat saori, disitu terlihat ketika saori sedang bermain PS dan kakak saori ingin mengambil stick PS, saori langsung berteriak “ka pikiiiiii!!!” dan kakanya juga berteriak “ gantiaang panggg!!! Munyak saori nih” sambil merebut stick PS dari saori. Dari situ sudah terlihat bahwa lingkungan sekitar yaitu keluarga lah yang membuat tumbuh kembang saori menjadi anak yang suka berteria dan pemarah.



Selain berteriak Saori juga suka mengejek teman, maupun keluarga. Pernah suatu ketika, ketika iPhone kakanya Saori terjatuh, Saori langsung berkata “mampuss haha” sambil tertawa. Di usia Saori 4 tahun ini sangat memprihatinkan sekali, Saori sudah bisa mengejek orang dewasa. Dan, contoh lain ketika saya sholat dikamar ibunya Saori, anak itu berkata “ iss sempit nah ada ka eci! “ disitu saya langsung melotot, saya kaget anak usia 4 tahun bisa mengatakan hal yang seperti itu. Ternyata yang membuat Saori seperti itu selain saudaranya, adalah teman-teman saori yang tidak lain adalah tetangganya.
4.      Prognosis (langkah awal)
Langkah awal untuk mengurangi sikap buruknya Saori yang pertama menyampaikan kepada saudara-saudaranya Saori, untuk membantu menangani prilaku Saori yang suak berteriak dang mengejek. Dan memberikan pengertian kepada orang tua Saori bahwa sangat penting membiasakan prilaku yang baik dan sopan kepada anaknya.







5.      Treatment (penanggulan)
Ada beberapa treatment atau penanggulangan agar anak tidak berteriak semaunya yatiu :
a.       Yang pertama saya memberitahu orang tua Saori, “Jangan menghardik anak untuk segera diam. Tetaplah bicara dengan nada lembut sewaktu memberi pengertian pada anak dan lakukan kontak mata dengan anak (Saori). Misalnya dengan mengatakan "Kalau adek tidak teriak, ibu juga bisa dengar kok, Justru kalau adek teriak, ibu jadi tidak mengerti maksud adek". Hindari bicara keras terhadap anak (Saori), karena hal ini justru akan memberi contoh pada anak untuk berbicara keras.
b.      Yang kedua, orang tua harus meminta anak (Saori) untuk memperbaiki cara bicaranya lebih dahulu bila perkataannya mau didengar. Ajarkan dan contohkan bagaimana cara menyampaikan keinginan dengan cara yang lebih baik dan suara yang lebih rendah. Misalnya dengan mengatakan "Nah sekarang, coba adek katakan pelan-pelan, adek mau apa?". Hal ini dimaksudkan agar anak (Saori) dapat mengerti bahwa berteriak itu tidak bermanfaat karena membuatnya tidak mendapatkan perhatian atau sesuatu yang diinginkannya.
c.       Orang tua Saori harus bisa bersikap tenang dan optimis bahwa fase berteriak ini pasti akan dapat berlalu sejalan dengan pertambahan usia dan kematangan komunikasi anak serta bimbingan yang telah anda lakukan. Hal ini diperlukan agar orangtua dapat bersikap semangat untuk terus memperlakukan anak secara bijaksana, sabar dan telaten dalam menghadapi anak (Saori).

d.      Saya memberikan beberapa aktivitas lain yang dapat mengalihkan keinginan anak (Saori)  untuk berteriak-teriak. Dengan mengajaknya bernyanyi mengikuti irama lagu, bermain bisik-bisikan /nada suara rendah, bermain dengan membaca gerak bibir & mimik wajah, menirukan bunyi binatang, dsb. Namun disini Saori sangat suka menggambar, jadi dalam seminggu saya 3 kali kerumahnya untuk mengajaknya menggambar dan mewarnai.
e.       Orang tua harus memberikan umpan balik positif dengan segera, apabila anak (Saori) bisa berbicara tanpa berteriak. Misalnya dengan memberikan pujian atau ucapan terimakasih karena sudah membuat orangtua atau siapapun tidak merasa bising/terganggu.














BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdsarkan uraian diatas berteriak adalah suatu ekspresi dari seorang anak, dalam usia balita berteriak adalah hal yang wajar. Namun disini peran orang tua sangat penting dalam membantu perkembangan bahasa anak, orang tua harus tetap semangat untuk terus memperlakukan anak secara bijaksana, sabar dan telaten dalam menghadapi anak, bagaimana anak harus berbicara dengan nada yang tidak tinggi dalam menyampaikan sesuatu ataupun menginginkan sesuatu.
B.     Saran
Bertolak dari bahasan tersebut diatas anak yang suka berteriak jangan diacuhkan atau disepelekan, namun para orang tua harus memperhatikan sebab akibat dari prilaku anak tersebut yang suka berteriak dan berkata tidak sopan. Hal ini sangat penting agar anak bisa di terima di lingkungan sekitarnya.







DAFTAR PUSTAKA

Kennedy Michelle,(2004). Bila Anak Berprilaku Buruk. Erlangga: Jakarta.
Ireland Karin,(2003). 150 Cara untuk Membantu Anak Meraih Sukses. Erlangga:Jakarta.
Paul Wood & Bernard Scwartz,(1994). Bagaimana Agar Anak Anda Melakukan yang Anda Inginkan  (cetakan I). Arcan:Jakarta.
Seto Mulyadi,(2004). Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya. Erlangga:Jakarta.
Steede Kevin,(2008). 10 Kesalahan Orangtua dalam Mendidik Anak (cetakan ketiga). PT. Tangga Pustaka:Jakarta.
Robinson W. Paul,(1993). Tingkah Laku Negatif Anak (cetakan II).  Arcan:Jakarta.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar