BIMBINGAN
DAN KONSELING ANAK USIA DINI
(Anak
Yang Suka Berteriak)
Disusun
Oleh:
Dessy
Rosanti
(1105125008)
PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI (PAUD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak adalah buah hati, anak adalah calon penerus
cita-cita bangsa, dan anak merupakan karunia, anugrah dan amanah dari Allah
SWT. Untuk itu masa depan mereka adalah tanggung jawab kita bersama. Untuk
mengembangkan ekspresi dan menumbuhkan bakat sangat diperlukan stimulan sebagai
rangsangan agar anak memiliki kreatifitas yang membangun dan menemukan jati
dirinya secara tepat dan teratas. Dunia anak yang sangat menyenangkan akan
selalu teringat dan terbawa sampai anak tumbuh menjadi dewasa. Sebuah
perjalanan hidup seorang manusia akan lebih bermanfaat apabila bisa melewati
dunianya sesuai dengan jamannya.
Anak mempunyai hak atas kesejahteraan dan
perlindungan. Oleh sebab itu biarkan hidup sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya
tanpa ada paksaan. Namun, kita sebagai orang tua tetap memberi arahan,
pengawasan yang sewajarnya, serta mengajarkan tutur kata yang baik agar anak
bisa diterima di lingkungan sekitarnya. Namun, lingkungan sekitar merupakan
area yang perlu kita jaga, banyak teman-teman maupun orang dewasa berprilaku
tidak baik, tidak sopan, hal itu yang bisa ditirukan oleh anak seperti
memukul,berteriak,meludahi dan lain sebagainya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana
hasil treatment dari seorang anak yang diteliti?
BAB
II
DASAR
TEORI
A.
Pengertian
Marah
Menurut Charles Spielberger, Ph.D., seorang
ahli psikologi yang mengambil spesialisasi studi tentang marah. Marah adalah
suatu perilaku yang normal dan sehat yakni sebagai salah satu bentuk ekspresi
emosi manusia. Seperti bentuk emosi lainnya, marah juga diikuti dengan
perubahan psikologis dan biologis. Ketika Anda marah, denyut nadi dan tekanan
darah meningkat, begitu juga dengan level hormon, adrenalin dan noradrenalin.
Mark Gorkin seorang konsultan pencegahan stres
dan kekerasan membagi marah dalam empat kategori; marah yang disengaja, marah
spontan (marah yg dilakukan secara tiba-tiba), marah konstruktif (marah yang
disertai ancaman terhadap orang lain) dan marah destruktif (marah yang ditumpahkan
tanpa rasa bersalah).
Marah juga
merupakan satu bentuk komunikasi. Karena adakalanya orang lain baru mengerti
maksud yang ingin disampaikan ketika kita marah. Bentuk penyampaian marah bisa
berbeda-beda bergantung pada lingkungan dan kondisi sosial budaya yang
membentuknya. Di Jepang, orang sering diam saat marah karena memang orang-orang
Jepang tidak terbiasa mengekspresikan perasaannya. Berbeda dengan orang Amerika
yang lebih berterus terang mengungkapkan perasaannya atau sama halnya dengan Suku
Batak di tanah air kita.
Marah
adalah manusiawi. Marah yang bisa berdampak buruk adalah marah yang tidak
dikelola. Sebaliknya bila Anda mampu mengelola amarah dengan tepat, maka
ekspresi kemarahan Anda justru akan menyehatkan. Hal ini sudah terbukti pada
sebuah penelitian yang menyatakan marah akan lebih baik daripada memendam
perasaan jengkel.
Bagaimana
marah yang menyehatkan itu? Yakni marah yang beralasan yang bukan karena faktor
subjektif semata. Lontarkan kemarahan atau kejengkelan Anda sewajarnya saja.
Sampaikan, penyebab utama kejengkelan itu. Bukan marah yang sekadar menuruti
emosi yang meledak-ledak, kemudian melampiaskannya melalui kata-kata, ekspresi
dan perlakuan yang kasar karena dapat merugikan orang lain. Untuk itu, dalam
keadaan marah kita harus mengedepankan rasio. Sehingga kemarahan itu jadi lebih
terkendali.
Marah atau amarah sebenarnya merupakan tanggapan
terhadap perasaan dan perlakuan yang tidak berkenan bagi dirinya. Dan penyebab
marah bisa dari diri sendiri, Penyebab dari diri sendiri seperti curiga,
cemburu, kecewa atau merasa terancam,
beberapa macam-macam amarah dapat diungkapkan seperti : berteriak,
menangis, memukul orang yang ditujukan amarahnya, dan lain sebagainya.
B.
Pengertian
Berteriak
Detik
Health Anak kecil suka sekali menjajal suatu hal yang baru
termasuk dengan kekuatan suaranya, seperti dapat menggema jika berteriak di
ruangan besar yang terbuka atau seberapa keras suaranya bisa terdengar. Alasan
lain anak kecil suka berteriak adalah untuk mendapatkan perhatian dari
orangtuanya atau barang yang diinginkannya. "Jika perilaku ini didiamkan
saja, maka balita akan selalu berpikir bahwa dirinya bisa mendapatkan perhatian
lebih banyak jika berteriak di depan umum," ujar Roni Leiderman dari Family
Center di Nova Southeastern University in Fort Lauderdale, Florida, seperti
dikutip dari Babycenter.
Parenting
Indonesia ada suatu fase dalam tahap perkembangan anak, saat
ia sangat senang mengeksplorasi suaranya. Karena itulah ia sering
berteriak-teriak atau menjerit-jerit. Anak menikmati bukan hanya intensitas
suaranya sendiri, tetapi juga reaksi pendengarnya, yang mungkin terkejut,
tersenyum memaklumi, atau memberi teguran. Yang jelas, berkat teriakan itu,
orang jadi berhenti beraktivitas dan memberi perhatian padanya.
Mother
and Baby anak-anak memang senang bereksperimen dengan
suaranya. Mereka suka mengeluarkan suara kencang untuk merasakan vibrasi yang
mereka buat, juga menikmati reaksi yang didapat dari sekeliling. Walaupun
sebenarnya ini baik untuk melatih perkembangan bicara anak, namun teriakannya
sering kali dianggap mengganggu.
Berteriak sebenarnya merupakan hal yang wajar,
karena anak balita dan batita belum mengetahui cara yang baik untuk menarik
perhatian dan berbicara dengan orang-orang di sekitarnya. Selain itu, berteriak
juga dijadikan sebagai sarana oleh si kecil untuk memuaskan rasa ingin tahunya
seberapa jauh suaranya dapat didengar orang lain. Dengan berteriak, ia juga
belajar bagaimana cara mengontrol tinggi rendah nada suaranya. Tentu saja kegiatan
berteriak ini sangat disenangi si kecil karena dapat menghiburnya. Dengan
berteriak, berarti si kecil sudah memiliki keberanian untuk mengungkapkan
perasaan serta menunjukkan kemampuannya berbicara yang sebelumnya tidak ia
miliki.
BAB
III
PEMBAHASAN
1.
Analisis
(pengumpulan data)
Biodata
Anak
Nama :
Sofian Saori
Umur :
4 Tahun
Anak ke- :
3 dari 3 bersaudara
Hobi :
Main PS, dan bersepeda
Sekolah :
Les privat
Biodata
Orang Tua
Nama orang tua
Ayah :
Adriansyah
Ibu :
Sumiati
Pekerjaan orang tua
Ayah :
PNS
Ibu :
Ibu Rumah Tangga
2.
Sintesis
(kesimpulan sementara)
Saori anak yang suka berteriak, dan
mengejek. Disaat orang atau ibunya sedang asik mengobrol dengan orang lain,
Saori suka ikut berbicara juga sambil mengeraskan suaranya, apabila tidak di
tanggapi Saori malah berteriak semakin kencang dan marah yang tidak terkontrol.
3.
Diagnosis
(menentukan penyebab utama)
Penyebab utama anak ini suka berteriak
karena orang tuanya, ketika saori ingin menyampaikan sesuatu terkadang orang
tuanya kurang memperdulikan anaknya. Ketika saori minta keluarkan sepeda dari
garasi saori berkata “mama.. mau main sepeda” saori kala itu masih berkata
dengan nada yang biasa” namun ibunya cuek bebek tidak menghiraukan anakanya.
Dan ketika saori berteriak “mama naah!! Sepeda ma!!” ibunya dengan malah
mengatakan “coba suruh kaka sana pang!!” Selain orang tuanya, saudaranya pun
suka berteriak kepada saori. Contohnya saja sewaktu saya datang ketempat saori,
disitu terlihat ketika saori sedang bermain PS dan kakak saori ingin mengambil
stick PS, saori langsung berteriak “ka pikiiiiii!!!” dan kakanya juga berteriak
“ gantiaang panggg!!! Munyak saori nih” sambil merebut stick PS dari saori.
Dari situ sudah terlihat bahwa lingkungan sekitar yaitu keluarga lah yang
membuat tumbuh kembang saori menjadi anak yang suka berteria dan pemarah.
Selain berteriak Saori juga suka
mengejek teman, maupun keluarga. Pernah suatu ketika, ketika iPhone kakanya
Saori terjatuh, Saori langsung berkata “mampuss haha” sambil tertawa. Di usia Saori
4 tahun ini sangat memprihatinkan sekali, Saori sudah bisa mengejek orang
dewasa. Dan, contoh lain ketika saya sholat dikamar ibunya Saori, anak itu
berkata “ iss sempit nah ada ka eci! “ disitu saya langsung melotot, saya kaget
anak usia 4 tahun bisa mengatakan hal yang seperti itu. Ternyata yang membuat
Saori seperti itu selain saudaranya, adalah teman-teman saori yang tidak lain
adalah tetangganya.
4.
Prognosis
(langkah awal)
Langkah awal untuk mengurangi sikap
buruknya Saori yang pertama menyampaikan kepada saudara-saudaranya Saori, untuk
membantu menangani prilaku Saori yang suak berteriak dang mengejek. Dan
memberikan pengertian kepada orang tua Saori bahwa sangat penting membiasakan
prilaku yang baik dan sopan kepada anaknya.
5.
Treatment
(penanggulan)
Ada beberapa treatment atau penanggulangan agar anak
tidak berteriak semaunya yatiu :
a. Yang pertama saya memberitahu orang
tua Saori, “Jangan menghardik anak untuk segera diam. Tetaplah bicara dengan
nada lembut sewaktu memberi pengertian pada anak dan lakukan kontak mata dengan
anak (Saori). Misalnya dengan mengatakan "Kalau adek tidak teriak, ibu
juga bisa dengar kok, Justru kalau adek teriak, ibu jadi tidak mengerti maksud
adek". Hindari bicara keras terhadap anak (Saori), karena hal ini justru
akan memberi contoh pada anak untuk berbicara keras.
b. Yang kedua, orang tua harus meminta
anak (Saori) untuk memperbaiki cara bicaranya lebih dahulu bila perkataannya
mau didengar. Ajarkan dan contohkan bagaimana cara menyampaikan keinginan
dengan cara yang lebih baik dan suara yang lebih rendah. Misalnya dengan
mengatakan "Nah sekarang, coba adek katakan pelan-pelan, adek mau
apa?". Hal ini dimaksudkan agar anak (Saori) dapat mengerti bahwa
berteriak itu tidak bermanfaat karena membuatnya tidak mendapatkan perhatian
atau sesuatu yang diinginkannya.
c. Orang tua Saori harus bisa bersikap
tenang dan optimis bahwa fase berteriak ini pasti akan dapat berlalu sejalan
dengan pertambahan usia dan kematangan komunikasi anak serta bimbingan yang
telah anda lakukan. Hal ini diperlukan agar orangtua dapat bersikap semangat
untuk terus memperlakukan anak secara bijaksana, sabar dan telaten dalam
menghadapi anak (Saori).
d. Saya memberikan beberapa aktivitas
lain yang dapat mengalihkan keinginan anak (Saori) untuk berteriak-teriak. Dengan mengajaknya
bernyanyi mengikuti irama lagu, bermain bisik-bisikan /nada suara rendah,
bermain dengan membaca gerak bibir & mimik wajah, menirukan bunyi binatang,
dsb. Namun disini Saori sangat suka menggambar, jadi dalam seminggu saya 3 kali
kerumahnya untuk mengajaknya menggambar dan mewarnai.
e. Orang tua harus memberikan umpan
balik positif dengan segera, apabila anak (Saori) bisa berbicara tanpa
berteriak. Misalnya dengan memberikan pujian atau ucapan terimakasih karena
sudah membuat orangtua atau siapapun tidak merasa bising/terganggu.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdsarkan uraian diatas berteriak adalah suatu
ekspresi dari seorang anak, dalam usia balita berteriak adalah hal yang wajar.
Namun disini peran orang tua sangat penting dalam membantu perkembangan bahasa
anak, orang tua harus tetap semangat untuk terus memperlakukan anak secara bijaksana, sabar dan
telaten dalam menghadapi anak, bagaimana anak harus berbicara
dengan nada yang tidak tinggi dalam menyampaikan sesuatu ataupun menginginkan
sesuatu.
B.
Saran
Bertolak dari bahasan
tersebut diatas anak yang suka berteriak jangan diacuhkan atau disepelekan, namun
para orang tua harus memperhatikan sebab akibat dari prilaku anak tersebut yang
suka berteriak dan berkata tidak sopan. Hal ini sangat penting agar anak bisa
di terima di lingkungan sekitarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kennedy Michelle,(2004). Bila Anak Berprilaku Buruk. Erlangga: Jakarta.
Ireland Karin,(2003). 150 Cara untuk Membantu Anak Meraih Sukses.
Erlangga:Jakarta.
Paul Wood & Bernard
Scwartz,(1994). Bagaimana Agar Anak Anda
Melakukan yang Anda Inginkan (cetakan I).
Arcan:Jakarta.
Seto Mulyadi,(2004). Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya.
Erlangga:Jakarta.
Steede Kevin,(2008). 10 Kesalahan Orangtua dalam Mendidik Anak
(cetakan ketiga). PT. Tangga Pustaka:Jakarta.
Robinson W.
Paul,(1993). Tingkah Laku Negatif Anak
(cetakan II). Arcan:Jakarta.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar